BILA PARTNER HENDAK MENCARI SUATU KATA OR PASAL DI DALAM SEBUAH ARTIKEL DI DALAM BLOG INI, PARTNER DAPAT MENCARINYA DENGAN MENEKAN TOMBOL "CTRL + F" SECARA BERSAMAAN DAN DI BAWAH AKAN MUNCUL SEBUAH BANTUAN YANG DAPAT DIPAKAI UNTUK MENCARI KATA DAN PASAL TERSEBUT.

Tinjauan Yuridis Terhadap Visum Et Repertum Dalam Proses Pembuktian Tindak Pidana Kejahatan Pemerkosaan


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Sejarah perkembangan hukum acara pidana menunjukan bahwa ada beberapa sistem teori untuk membuktikan perbuatan yang didakwakan system atau teori pembuktian bervariasi menurut waktu dan tempat (Negara) Indonesia sama dengan Belanda dan Negara Eropa Kontinental lainnya, menganut bahwa hakimlah yang menilai sendiri alat bukti yang dibuktikan dengan keyakinan sendiri, berbeda dengan sistem Negara Anglo Saxon seperti Amerika Serikat yang menganut salah tidaknya seseorang (quity or not quity).
Dalam sebuah kasus kejahatan seksual, misalnya pemerkosaan yang berujung pada pembunuhan tidak bisa dipandang sebagai kejahatan yang hanya menjadi urusan privat (individu korban), namun juga harus dijadikan problem public, karena kejahatan ini jelas-kelas merupakan bentuk prilaku primitive yang menonjolkan nafsu, dendam, dan superioritas, yakni siapa yang kuat dialah yang berhak mengorbankan yang lain. Pemerkosaan adalah salah satu bentuk kejahatan seksual yang paling popular dikenal luas oleh masyarakat, dalam hal ini perempuan selalu menjadi korban pemerkosaan dan kasus ini sering kali sulit untuk diungkapkan kebenarannya dikarenakan faktor dari korban itu sediri.



Dalam alasan mencari kebenaran materiil itulah maka asas akusatoir yang memandang terdakwa seagai pihak yang sama dengan perkara perdata, ditinggalkan dan digantikan dengan asas inqisatoir yang memandang bahwa terdakwa sebagai objek pemeriksaan, Bahkan kadang kala dipakai alat penyiksa untuk memperoleh pengakuan terdakwa (Andi Hamza, 2000:246)

            Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan merupakan bagian yang terpenting dalam huk acara pidana.
            Bagaiman akibatnya jika seseorang didakwa melakukan suatu perbuatan berdasarkan alat bukti yang ada disertai dengan keyakinan hakim, padahal tidak benar. Maka hal ini bertentangan dengan tujuan hukun acara pidana yaitu untuk mencari kebenaran materiil, berbeda dengan hokum acara perdata yang cukup puas dengan kebenaran formal, yang tidak semudah membalikan telapak tangan. Pembuktian yang berdasarkan kesaksian tidak begitu meyakinkan karena jawaban darisuatu kesaksian akan berbeda-beda. Oleh karena itu secara umum berpendapat bahwa alat bukti yang dapat dipercaya adalah keterangan terdakwa berupa pengakuan karena ia telah mengalami langsung peristiwa tersebut, dilakukanlah pemeriksaan yang akan dijadikan alat bukti oleh hakim dalam mengambil keputusan dan sebagai dasar keyakinan oleh hakim untuk mencapai suatu kebenaran materiil.
            Akan tetapi bagaimana proses pembuktian apabila terdakwa telah meninggal dunia dan apabila kejahatan tersebut berkaitan dengan terganggunya kesehatan seseorang (fisik dan mental), persoalan tidak semudah dengan apa yang ada dikepala kita. Dalam suatu kasus kejahatan seksual pembuktian sangat penting untuk dilakukan demi terungkapnya siapa pelaku dan motif kejahatan seksual yang terjadi. Dalam hal ini diperlukan alat bukti yang dapat dipertanggung jawabkan secara hokum tentang benarkah telah terjadi tindak pidana yang menyebabkan matinya seseorang?. Berangkat dari ketidakmampuan mengungkap semua itu, hokum memerlukan disiplin ilmu lain, yaitu ilmu kedokteran, tentunya sumbangan ilmu kedokteran melalui visum et repertum, yang bukan hanya terbatas pada hal-hal semacam itu melainkan segala persoalan yang berhubungan dengan luka, kesehatan dan nyawa seseorang yang diakibatkan oleh kejahatan selanjutnya diterangkan oleh dokter, akan bermanfaat bagi proses penyelesaian perkara pidana.
            Korban kejahatan pemerkosaan ada kalanya malu dan takut bila harus melaporkan kejadian yang terjadipada dirinya kepada pihak kepolisian dan rumah sakit dikarenakan pandangan masyarakat yang sering salah kaprah, mencemooh, dan menghina serta ruwet dan efeiensinya prosedur dirumah sakit dan kantor polisi menjadialasan kuat mengapa korban semakin enggan untuk datang mengadu atau melapor.
            Namun dengan adanya kemajuan ilmu kedokteran yaitu melalui visum et repertum, terhadap korban kejahatan untuk menentukan sebab kematian. Mayat dan bahan-bahan lain dalam tubuh manusia dalam kasus kejahatan sekual merupakan barang bukti menurut pasal 40 KUHPidana, namun tentu saja barang bukti mayat tidak bias disimpan sebagai barang bukti karena akan membusuk dan terurai dengan jaringan lunaknya, sebagian akan hilang dan hancur. Oleh karena itu visum et repertum merupakan suatu hal yang penting dalam pembutian.
Berdasarkan uraian latr belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul “ Tinjauan Yuridis Terhadap Visum Et Repertum Dalam Proses Pembuktian Tindak Pidana Kejahatan Pemerkosaan.         

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimanakah kekuatan pembuktian visum et repertum dalam tindak pidana kejahatan pemerkosaan ?
2.      Faktor-faktor apakah yang menjadi kendala mengenai mengenai Visum Et Repertum dalam proses Perkara Pidana ?

C.    Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.      Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.       Untuk mengetahui pembuktian terhadap visum et repertum tindak pidana kejahatan pemerkosaan.
b.      Untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat atau hambatan bagi pihak kedokteran dalam melakukan visum et repertum
2.      Kegunaan Penelitian
Dalam penelitian ini mempunyai kegunaan untuk :
a.       Secara Teoritis
Agar dapat memberikan dan menambah wawasan bagi para penegak hukum khususnya bagi pihak penyidik, kepolisian dan hakim dalam mengambil keputusan yang akan berguna bagi pengembangan hokum pembuktian dalam memudahkan pencapaian tujuan hokum dalam Hukum Acara Pidana, untuk mencari kebenaran materiil serta mendukung pelaksanaan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan.
b.      Secara Praktis
Menjadi bahan rujukan bagi para kalangan akadems dan penegak hukum serta masyarakat tentang pentingnya alat bukti dalam suatu tindak kejahatan seksual yang dapat mempercepat proses dalam pengungkapan tindak kejahatan pemerkosaan dan pentingnya dilakukan visum et repertum korban kejahatan pemerkosaan oleh dokter ahli

D.    Metode Penelitian
1.      Lokasi Penelitian

2.      Jenis Dan Sumber Data
            Dalam proposal ini penulis menggunakan dua jenis sumber data, yaitu :
1.   Data Primer.
Merupakan data yang diperoleh secara langsung dengan mengadakan penelitian dan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang akan dipecahkan dalam penulisan ini.
2.   Data Sekunder.
Merupakan data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan berupa literature, dokumen-dokumen serta bahan tertulis yang berhubungan dengan materi yang dibahas.

3.      Tehnik Pengumpulan Data.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan tehnik wawancara dengan pihak-pihak yang terkait.

4.      Teknik Analisa Data.
Teknik analisa data yang digunakan apa adalah analisa kuantitatif. Proses pengolahan data yang diperoleh adalah setelah data tersebut terkumpul dan dipandang cukup, kemudian data tersebut diolah dan dianalisis seacara deduktif, yaitu berdasarkan dasar-dasar pengetahuan umum, kemudian meneliti persoalan-persoalan yang bersifat khusus. Dari dasar analisa inilah kemudian ditarik suatu kesimpulan.