BILA PARTNER HENDAK MENCARI SUATU KATA OR PASAL DI DALAM SEBUAH ARTIKEL DI DALAM BLOG INI, PARTNER DAPAT MENCARINYA DENGAN MENEKAN TOMBOL "CTRL + F" SECARA BERSAMAAN DAN DI BAWAH AKAN MUNCUL SEBUAH BANTUAN YANG DAPAT DIPAKAI UNTUK MENCARI KATA DAN PASAL TERSEBUT.

Senin, 26 April 2010

Pembagian Hak Alimentasi


a. Pembagian secara umum menurut UU No. 1 Tahun 1974
            Hak alimentasi istri dan anak dilindungi oleh hukum dan undang-undang, hal mana dapat diketahui melalui rumusan Pasal 41 Undang-undang No. 1 tahun 1974, bahwa :
1.      Baik Ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anaknya semata-mata berdasarkan  kepentingan anak.
2.      Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan pendidikan yang diperlukan oleh anak itu, bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi kewajibanya tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu memikul biaya tersebut.
3.      Pengadilan dapat berkewajiban kepada mantan suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan suatu kewajiban bagi mantan istri.
Kemudian di dalam Pasal 24 PP no. 9 Tahun 1975 dijabarkan lebih rinci bahwa :
Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat, pengadilan dapat :
a.       Menentukan nafkah yang harus ditanggung oleh suami.
b.      Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak.
c.       Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami istri atau barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak istri.
Selanjutnya  di dalam penjelasan Pasal 24 PP No. 9 tahun 1975 bahwa :
            “Proses perceraian yang sedang terjadi antara suami istri tidak dapat dijadikan alasan bagi suami melalaikan tugasnya memberikan nafkah kepada istrinya, demikian pula tugas kewajiban suami istri itu terhadap anak-anaknya harus di jaga jangan sampai harta kekayaan baik yang dimiliki bersama oleh suami istri , maupun harta kekayaan istri atau suami menjadi terlanatar atau tidak terurus dengan baik, sebab yang demikian itu bukan saja menimbulkan kerugian kepada suami itu, melainkan mungkin juga mengakibatkan kerugian bagi pihak ketiga”.
            Bertolak dari ketentuan mengenai hak alimentasi yang diatur dalam Pasal 41 UU no. 1 Tahun 1974 jo Pasal 24 PP No. 9 Tahun 1975, menurut hemat penulis bahwa hak alimentasi istri dan anak merupakan kewajiban bagi seorang suami atau ayah dari anak-anaknya.
            Kewajiban suami (mantan suami) terhadap istrinya bersifat fakultatif, sedangkan kewajiban ayah terhadap anak-anaknya bersifat mutlak dan resmi, yakni merupakan kewajiban hukum
            M. Yahya harahap (1987 : 57) mengemukakan bahwa :
            Kewajiban untuk memberi nafkah zahir berupa uang atau penghiduapan yang memungkinkan bekas istri itu dapat bertahan dalam suatu cara hidup yang pantas.
Nafkah zahir ini bersifat kualitatif, oleh karena undang-undang sendiri memberikan kekuasan kepada hakim mempertimbangkan berbagai hal, khususnya pertimbangan mengenai kemampuan suami, kalau nyata-nyata suami itu orang yang tidak mampu atau tidak mempunyai penghasilan, maka hakim dapat menentukan lain yakni kewajiban nafkah suami terhadap istri dibebaskan, atau apabila istri itu sendiri menghendaki agar bekas suaminya dibebaskan dari kewajiban-kewajiban memberi nafkah.

b. Pembagian secara khusus Menurut UU No. 1 Tahun 1974
            Dikatakan pembagan secara khusus, oleh karena PP No. 10 tahun 1983 secara khusus berlakunya atau hanya mengikat pegawai negeri sipil, yang telah dijabarkan melalui Surat Edaran Kepala BAKN No. 08/SE/1983 tentang ijin perkawinan dan perceraian bagi peagawai negeri sipil atau yang dipersamakan dengan pegawai negeri sipil
            Undang-undang No 8 tahun 1974 tentang kepegawaian, tidak memberikan definisi khusus tentang pegawai negeri sipil, tetapi hanya memberikan pengertian tentang peagawai sekaligus membedakan antara pegawai negeri sipil dan TNI.
            Sudibyo triatmolo menarik 4 unsur dari rumusan pegawai negeri sebagai berikut :
  1. Memenuhi syarat yang ditentukan.
  2. Diangkat oleh pejabat yang berwenang
  3. Diserahi tugas dalam suatu jaabatan neagara atau tugas Negara lain.
  4. Digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kemudian harus diketahui tentang siapa pula yang dimasukan sebagai pegawai negeri, hal ini terjawab dalam Pasal 2 ayat (1) UU. 8 tahun 1974 yang menetapkan pegawa negeri adalah ;
  1. Pegawai Negeri Sipl.
  2. Anggota TNI POLRI.
Alimentasi istri dan anak orang yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil dan perkawinannya terputus karena perceraian secara tegas diatur dalam Pasal 8 PP no. 10 Tahun 1983 sebagai berikut :
  1. Apabila perceraian terjadi atas kehendak pegawai negeri sipil, maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan bekas istri dan anak-anaknya.
  2. Pembagian gaji sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ialah 1/3 untuk pegawai negeri sipil pria yang bersangkutan, 1/3 untuk istrinya dan 1/3 untuk anaknya.
  3. Apabila dari perkawinan tersebut tidak memiliki anak, maka bagian wajib diserahkan oleh pegawai negerisipil pria kepada bekas istrinya ialah setengah gajinya.
  4. Apabila perceraian terjadi atas kehendak istri, maka ia tidak berhak atas bagian dari penghasilan bekas suaminya.
  5. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 4 tidak berlaku, apabila istri minta dicerai karena di madu.
  6. Apabila bekas istri peagawai negeri sipil yang bersangkutan kawin lagi, maka haknya dari gaji bekas suaminya menjadi hapus terhitung mulai ia kawin.
Bagian istri dan anak-anaknya dari pegawai negeri sipil yang menceraikan istrinya atas permintaannya sendiri menimbulkan kewajiban bagi bekas suaminya untuk menyerahkan sebagian penghasilannya kepada bekas istrinya dan anak-anaknya.
            Dalam Pasal 7 UU No. 8 Tahun 1974 diteagaskan bahwa setiap pegawai negeri berhak memperoleh gaji yang layak sesuai dengan pekerjaan dan tanggung jawabnya kemudian di dalam penjelasan Pasal 1 UU No. 8 Tahun 1974 antara lain dikemukakan bahwa gaji adalah sebahagian balas jasa atau penghargaan atas hasil kerja seseorang.
            Gaji atau penghasilan yang wajib dibagi kepada bekas istri dan anak-anaknya yakni penghasilan yang diperoleh dari gaji pokok yang ditambah penghasilan lainnya yang diperoleh dengan tunjangan. Hasil inilah seyogyanya diperhitungkan untuk menentukan besar kecilnya jumlahnya yang patut diterima mantan istri dan anak-anaknya.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Selamat Siang,
Terimakasih atas profile ini mengenai pembagian hak alimentasi, saya mohon penjelasan. Saya sbg istri anggota polri & skrg dlm proses perceraian dmn putusannya pd tgl 15 Juni 2010. Pada pengajuan cerai di PA oleh Pemohon (Suami)tanpa izin atasan namun persidangan ttp trs berjalan hanya dg surat pernyataan suami "siap dg sgl resiko". Saya sbnrnya tdk trll berat dg perceraian krn wlw beliau (suami) msh sah sbg suami beliau tdk bertanggung jwb & tdk punya kejujuran sebagai suami & ayah. Yang memikul pemenuhan kebutuhan keluarga adalah saya, bahkan hingga 5 thn usia perkawinan kami saya blm prnh tau brp gaji beliau. Atas hal ini saya melaporkan secara resmi di kantor beliau & beliau dikenai pelanggaran disiplin. Ttp krn hal tsbt beliau menggugat cerai saya tnp izin atasan sehingga sidang BP4 di kepolisianpun ditiadakan. Ktk di PA hakim bertanya kesediaanya u/ memberikan hak istri & anak sesuai tuntutan saya yg berdasarkan pd PP 10 tahun 1983 belia tdk menyanggupi dg alasan ug irasional. Yang igin saya tanyakan, Jika Putusan PA tdk memberikan hak saya sbg mantan istri krn PA hanya tunduk pada Peraturan Agama terkecuali ada surat rekomendasi dari hasil sidang BP4 yang dg jelas memutuskan hak istri dan anak yang ditandatangani instansi & pemohon. Kemana saya bs mengajukan permohonan ini ? Krn di instansi pun akan memberikan hak anak / istri berdasarkan putusan PA. Demikian, atas bantuan Bapak saya ucapkan Terima kasih.

Unknown mengatakan...

Jika istri dan anak sah yg blm diceraikan tidak dinafkahi oleh PNS, bagaimana harusnya itu..

Posting Komentar