Pemeriksaan suatu perkara pidana
di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari
kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap perkara tersebut. Hal
ini dapat dilihat dari adanya berbagai usaha yang dilakukan oleh aparat penegak
hukum dalam memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk mengungkap suatu
perkara baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan seperti penyidikan dan
penuntutan maupun pada tahap persidangan perkara tersebut.
Usaha-usaha
yang dilakukan oleh para penegak hukum untuk mencari kebenaran materiil suatu
perkara pidana dimaksudkan untuk menghindari adanya kekeliruan dalam penjatuhan
pidana terhadap diri seseorang, hal ini sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang No.14 Tahun
1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman pasal 6 ayat 2 yang menyatakan
: “Tiada seorang juapun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena
alat pembuktian yang sah menurut Undang-undang mendapat keyakinan bahwa
seseorang yang dianggap dapat bertanggung
jawab, telah bersalah atas perbuatan yang dituduhkan atas dirinya”.
Di dalam usaha memperoleh bukti-bukti
yang diperlukan guna kepentingan pemeriksaan suatu perkara pidana, seringkali
para penegak hukum dihadapkan pada suatu masalah atau hal-hal tertentu yang
tidak dapat diselesaikan sendiri dikarenakan masalah tersebut berada di luar
kemampuan atau keahliannya. Dalam hal demikian maka bantuan seorang ahli sangat
penting diperlukan dalam rangka mencari kebenaran materiil selengkap-lengkapnya
bagi para penegak hukum tersebut.
Menurut ketentuan hukum acara
pidana di Indonesia, mengenai permintaan bantuan tenaga ahli diatur dan
disebutkan didalam KUHAP. Untuk permintaan bantuan tenaga ahli pada tahap
penyidikan disebutkan pada pasal 120 ayat (1), yang menyatakan : “Dalam hal
penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang
memiliki keahlian khusus”.
Sedangkan
untuk permintaan bantuan keterangan ahli pada tahap pemeriksaan persidangan,
disebutkan pada pasal 180 ayat (1) yang menyatakan : “Dalam hal diperlukan
untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim
ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan
bahan baru oleh yang berkepentingan”.
Mengenai
keterangan ahli sebagaimana disebutkan dalam kedua pasal KUHAP diatas,
diberikan pengertiannya pada pasal 1 butir ke-28 KUHAP, yang menyatakan :
“Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki
keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara
pidana guna kepentingan pemeriksaan”.
Bantuan seorang ahli yang diperlukan
dalam suatu proses pemeriksaan perkara pidana, baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan
dan pada tahap pemeriksaan lanjutan di sidang pengadilan, mempunyai peran dalam
membantu aparat yang berwenang untuk membuat terang suatu perkara pidana,
mengumpulkan bukti-bukti yang memerlukan keahlian khusus, memberikan petunjuk
yang lebih kuat mengenai pelaku tindak pidana, serta pada akhirnya dapat
membantu hakim dalam menjatuhkan putusan dengan tepat terhadap perkara yang
diperiksanya.
Pada tahap pemeriksaan pendahuluan
dimana dilakukan proses penyidikan atas suatu peristiwa yang diduga sebagai
suatu tindak pidana, tahapan ini mempunyai peran yang cukup penting bahkan
menentukan untuk tahap pemeriksaan selanjutnya dari keseluruhan proses
peradilan pidana. Tindakan penyidikan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian atau
pihak lain yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan tindakan
penyidikan, bertujuan untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti
tersebut dapat membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya. Berdasarkan hasil yang didapat dari tindakan penyidikan suatu
kasus pidana, hal ini selanjutnya akan diproses pada tahap penuntutan dan
persidangan di pengadilan.
Terkait dengan bantuan keterangan
ahli yang diperlukan dalam proses pemeriksaan suatu perkara pidana, maka
bantuan ini pada tahap penyidikan juga mempunyai peran yang cukup penting untuk
membantu penyidik mencari dan mengumpulkan bukti-bukti dalam usahanya menemukan
kebenaran materiil suatu perkara pidana. Dalam kasus-kasus tertentu, bahkan
penyidik sangat bergantung terhadap keterangan ahli untuk mengungkap lebih jauh
suatu peristiwa pidana yang sedang ditanganinya. Kasus-kasus tindak pidana
seperti pembunuhan, penganiayaan dan perkosaan merupakan contoh kasus dimana
penyidik membutuhkan bantuan tenaga ahli seperti dokter ahli forensik atau
dokter ahli lainnya, untuk memberikan keterangan medis tentang kondisi korban
yang selanjutnya cukup berpengaruh bagi tindakan penyidik dalam mengungkap
lebih lanjut kasus tersebut.
Suatu kasus yang dapat menunjukkan
bahwa pihak Kepolisian selaku aparat penyidik membutuhkan keterangan ahli dalam
tindakan penyidikan yang dilakukannya yaitu pada pengungkapan kasus perkosaan.
Kasus kejahatan kesusilaan yang menyerang kehormatan seseorang dimana dilakukan
tindakan seksual dalam bentuk persetubuhan dengan menggunakan ancaman kekerasan
atau kekerasan ini, membutuhkan bantuan keterangan ahli dalam penyidikannya.
Keterangan ahli yang dimaksud ini yaitu keterangan dari dokter yang dapat
membantu penyidik dalam memberikan bukti berupa keterangan medis yang sah dan
dapat dipertanggungjawabkan mengenai keadaan korban, terutama terkait dengan
pembuktian adanya tanda-tanda telah dilakukannya suatu persetubuhan yang
dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
Melihat tingkat perkembangan kasus
perkosaan yang terjadi di masyarakat saat ini, dapat dikatakan kejahatan
perkosaan telah berkembang dalam kuantitas maupun kualitas perbuatannya. Dari
kuantitas kejahatan perkosaan, hal ini dapat dilihat dengan semakin banyak
media cetak maupun televisi yang memuat dan menayangkan kasus-kasus perkosaan.
Sebuah Lembaga Perlindungan Anak di Jawa Timur (LPA Jatim), dalam datanya
mengenai tingkat kejahatan perkosaan yang terjadi pada anak, mengungkapkan
bahwa kasus perkosaan anak mengalami peningkatan yang cukup memprihatinkan.
Disebutkan dalam laporan tahunan lembaga tersebut, pada tahun 2002 kekerasan
seksual pada anak mencapai 81 kasus. Pada tahun 2003 di triwulan pertama sampai
bulan Maret, di Jawa Timur telah terdapat 53 anak dibawah umur yang menjadi
korban perkosaan. Jumlah ini meningkat 20 % dibandingkan kasus yang terjadi
pada tahun 2002. Ditengarai bahwa kasus
perkosaan yang terjadi jumlahnya lebih banyak dari data yang diperoleh oleh
lembaga tersebut.
Dari
kualitas kejahatan perkosaan, hal ini dapat dilihat dengan semakin beragamnya
cara yang digunakan pelaku untuk melakukan tindak perkosaan, berbagai
kesempatan dan tempat-tempat yang memungkinkan terjadinya tindak perkosaan,
hubungan korban dan pelaku yang justru mempunyai kedekatan karena hubungan
keluarga, tetangga, bahkan guru yang seharusnya membimbing dan mendidik, bentuk
kekerasan yang dilakukan terhadap korban, serta usia korban perkosaan yang saat
ini semakin banyak terjadi pada anak-anak.
Mengungkap suatu kasus perkosaan
pada tahap penyidikan, akan dilakukan serangkaian tindakan oleh penyidik untuk
mendapatkan bukti-bukti yang terkait dengan tindak pidana yang terjadi,
berupaya membuat terang tindak pidana tersebut, dan selanjutnya dapat menemukan
pelaku tindak pidana perkosaan. Terkait dengan peranan dokter dalam membantu
penyidik memberikan keterangan medis mengenai keadaan korban perkosaan, hal ini
merupakan upaya untuk mendapatkan bukti atau tanda pada diri korban yang dapat
menunjukkan bahwa telah benar terjadi suatu tindak pidana perkosaan.
Keterangan dokter yang dimaksudkan
tersebut dituangkan secara tertulis dalam bentuk surat hasil pemeriksaan medis
yang disebut dengan visum et repertum. Menurut pengertiannya, visum
et repertum diartikan sebagai laporan tertulis untuk kepentingan peradilan (pro
yustisia) atas permintaan yang berwenang, yang dibuat oleh dokter, terhadap
segala sesuatu yang dilihat dan ditemukan pada pemeriksaan barang bukti,
berdasarkan sumpah pada waktu menerima jabatan, serta berdasarkan
pengetahuannya yang sebaik-baiknya .
Dalam kenyataannya, pengusutan
terhadap kasus dugaan perkosaan oleh pihak Kepolisian telah menunjukkan betapa
penting peran visum et repertum. Sebuah surat kabar memuat berita
mengenai kasus dugaan perkosaan yang terjadi di daerah hukum Polresta Tanjung
Perak Surabaya, terpaksa kasus tersebut dihentikan pengusutannya oleh pihak
Kepolisian disebabkan hasil visum et repertum tidak memuat keterangan
mengenai tanda terjadinya persetubuhan. Orang tua korban dengan dibantu oleh
sebuah lembaga perlindungan perempuan, berupaya agar pihak Kepolisian dapat
meneruskan pengusutan kasus tersebut karena menurut keterangan lisan yang
disampaikan dokter pemeriksa kepada keluarga korban menyatakan bahwa selaput
dara korban robek dan terjadi infeksi. Permintaan tersebut tidak dapat
ditindaklanjuti karena pihak Kepolisian mendasarkan tindakannya pada hasil visum
et repertum yang menyatakan tidak terdapat luka robek atau infeksi pada
alat kelamin korban. Disebutkan oleh Kapolresta Tanjung Perak Surabaya bahwa
karena hasil visum dokter menyatakan selaput dara masih utuh, maka tidak ada
alasan bagi polisi untuk melanjutkan pemeriksaan kasus tersebut.
Peranan visum et repertum
dalam pengungkapan suatu kasus perkosaan sebagaimana terjadi dalam pemberitaan
surat kabar di atas, menunjukkan peran yang cukup penting bagi tindakan pihak
Kepolisian selaku aparat penyidik. Pembuktian terhadap unsur tindak pidana
perkosaan dari hasil pemeriksaan yang termuat dalam visum et repertum,
menentukan langkah yang diambil pihak Kepolisian dalam mengusut suatu kasus
perkosaan.
Dalam
kenyataannya tidak jarang pihak Kepolisian mendapat laporan dan pengaduan
terjadinya tindak pidana perkosaan yang telah berlangsung lama. Dalam kasus
yang demikian barang bukti yang terkait dengan tindak pidana perkosaan tentunya
dapat mengalami perubahan dan dapat kehilangan sifat pembuktiannya. Tidak hanya
barang-barang bukti yang mengalami perubahan, keadaan korban juga dapat
mengalami perubahan seperti telah hilangnya tanda-tanda kekerasan. Mengungkap
kasus perkosaan yang demikian, tentunya pihak Kepolisian selaku penyidik akan
melakukan upaya-upaya lain yang lebih cermat agar dapat ditemukan kebenaran
materiil yang selengkap mungkin dalam perkara tersebut.
Sehubungan dengan peran visum et repertum
yang semakin penting dalam pengungkapan suatu kasus perkosaan, pada kasus
perkosaan dimana pangaduan atau laporan kepada pihak Kepolisian baru dilakukan
setelah tindak pidana perkosaan berlangsung lama sehingga tidak lagi ditemukan
tanda-tanda kekerasan pada diri korban, hasil pemeriksaan yang tercantum dalam visum
et repertum tentunya dapat berbeda dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan
segera setelah terjadinya tindak pidana perkosaan. Terhadap tanda-tanda
kekerasan yang merupakan salah satu unsur penting untuk pembuktian tindak
pidana perkosaan, hal tersebut dapat tidak ditemukan pada hasil pemeriksaan
yang tercantum dalam visum et repertum. Menghadapi keterbatasan hasil visum
et repertum yang demikian, maka akan dilakukan langkah-langkah lebih lanjut
oleh pihak penyidik agar dapat diperoleh kebenaran materiil dalam perkara
tersebut dan terungkap secara jelas tindak pidana perkosaan yang terjadi.
1 komentar:
misi gan kalo hasil visum VeR nunjukin arah jam satu,dua belas,tiga, sembilan itu artinya apa ya???
Posting Komentar