R. Soesilo (1985 : 6-8), mengatakan bahwa ada 4 macam sistem atau teori pembuktian, yaitu :
1. Sistem Pembuktian menurut Undang-undang yang positif.
Menurut sistem ini, maka salah atau tidaknya sejumlah alat-alat bukti yang telah ditetapkan undang-undang.
Menurut peraturan ini pekerjaan hakim semata-mata hanya mencocokan apakah sejumlah bukti yang telah ditetapkan dalam undang-undang sudah ada, bila sudah ia tidak perlu menanyakan isi hatinya (yakin atau tidak), tersangka harus dinyatakan salah dan jatuhi hukuman.
Dalam sistem ini keyakinan hakim tidak turut mengambil bagian sama sekali, melainkan undang-undanglah ,yang berkuasa disini.
2. Sistem pembuktian menurut undang-undang yang negatif.
Menurut sistem ini hakim hanya dapat menjatuhkan hukuman, apabila sedikit-dikitnya jumlah alat bukti yang telah ditentukan adalah undang-undang ada, ditambah dengan keyakinan hakim akan kesalahan terdakwa terhadap peristiwa pidana yang dituduhkan kepadanya.
Walaupun alat-alat bukti lengkap, akan tetapi jika hakim tidak yakin tentang kesalahan terdakwa, maka ,harus diputus bebas.
Dalam sistem ini bukan undang-undang yang berkuasa melainkan hakim, tetapi kekuasaan itu dibatasi oleh undang-undang.
3. Sistem Pembuktian Bebas.
Menurut sistem ini, Undang-undang tidak menentukan peraturan seperti sistem spembuktian yang harus ditaati oleh hakim, Sistem ini menganggap atau mengakui juga adanya alat-alat bukti tertentu, akan tetapi alat-alat bukti ini tidak ditetapkan dalam undang-undang seperti sistem pembuktian menurut undang-undang yang positif dan sistem pembuktian menurut undang-undang yang negatif.
Dalam menentukan macam-macam dan banyaknya alat-alat bukti yang dipandang cukup untuk menentukan kesalahan terdakwa, hakim mempunyai keleluasaan yang penuh. Ia bebas untuk menetapkan itu. Adapun peraturan yang mengikat kepadanya adalah bahwa dalam keputusannya ia harus menyebutkan pula alasan-alasannya.
4. Sistem Pembuktian melulu berdasarkan atas keyakinan belaka.
Menurut sistem ini hakim tidak terikat kepada alat-alat bukti yang tertentu, ia memutuskan, kesalahan terdakwa melulu berdasarkan atas keyakinannya.
Dalam hal ini hakim mempunyai kebebasan yang penuh dengan tidak dikontrol sama sekali.
Tentunya selalu ada alasan berdasar pikiran secara logika, yang mengakibatkan seorang hakim mempunyai pendapat tentang terbukti atau tidak dari suatu keadaan. Soalnya adalah bahwa dalam sistem ini hakim tidak diwajibkan menyebut alasan-alasan itu dan apabila hakim menyebutkan alat-alat bukti yang ia pakai, maka ,hakim dapat memakai alat bukti apa saja.
Keberadaan sistem ini ialah bahwa terkandung didalamnya suatu kepercayaan yang terlalu besar kepada ketetapan kesan-kesan perorangan belaka dari seorang hakim. Pengawasan terhadap putusan-putusan hakim seperti in adalah sukar untuk dilakukan, oleh .karena badan pengawas tidak dapat tahu pertimbangan-pertimbangan hakim, yang mengalirkan pendapat hakim kearah putusan.
Setelah membahas teori-teori pembuktian dalam hukum acara pidana, maka timbulah pertanyaan bahwa sistem apakah yang sekarang ini dipakai di Indonesia ?
Pasal 183 KUHAP, ditentukan :
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya pdua alat bukti yang sah ia peroleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.
1 komentar:
Teori dan sistem / teori atau sistem ? tolong dibedakan secara jelas
Posting Komentar