BILA PARTNER HENDAK MENCARI SUATU KATA OR PASAL DI DALAM SEBUAH ARTIKEL DI DALAM BLOG INI, PARTNER DAPAT MENCARINYA DENGAN MENEKAN TOMBOL "CTRL + F" SECARA BERSAMAAN DAN DI BAWAH AKAN MUNCUL SEBUAH BANTUAN YANG DAPAT DIPAKAI UNTUK MENCARI KATA DAN PASAL TERSEBUT.

KEDUDUKAN SURAT WASIAT BERDASARKAN KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KUHPERDATA (Study Komparatif)


BAB I
PENDAHULUAN

                                                                                                                                          
1.      Latar Belakang Masalah
Sejarah Negara Indonesia sejak dahulu tidak sedikit memberikan pengaruhnya terhadap hukum yang berlaku di Negara ini. Sebagai suatu Negara hukum, Indonesia tidaklah menganggap hukum sekedar sebagai suatu peraturan belaka, tetapi menjungjungnya, bahkan memandang segala sesuatu itu dengan dihubungkan pada sesuai tidaknya dengan hukum.          
Sejak dicanangkannya pembangunan hukum dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), pembangunan hukum di indonesia menuntut adanya perubahan sikap mental sedemikian rupa dan menghendaki agar hukum tidak hanya sebagai sarana pengadilan sosial, untuk memperlancar interaksi sosial, untuk mendatangkan keseimbangan, perdamaian dan pengayoman dalam masyarakat tapi juga berfungsi sebagai sarana pembaharuan dan perubahan masyarakat. Hukum tidak lagi berkembang hanya mengikuti masyarakat melainkan juga hukum harus dapat memberikan arah
kepada masyarakat sesuai dengan tahap-tahap pembangunan nasional yang dilancarkan.
            Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara Tap. MPR RI. No. IV/MPR/1999 Bab. IV arah kebijakan angka 1 dan 2, ditegaskan bahwa:
  1. Mengembangkan budaya hukum disemua lapisan masyarakat untuk tercipta kesadaran dan kepatuhan hukum dalam kerangka supremasi hukum, tegaknya negara hukum.
  2. Menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu denagn mengakui dan menghormati dan menghargai hukum agama dan hukum adat serta mempengaruhi perundang-undangan kolonial dan hukum nasional yang diskriminasi, termasuk ketidakadilan gender dan ketidaksesuaiannya dengan tuntutan reformasi melalui program legislasi.
Masyarakat indonesia memiliki aneka ragam suku bangsa, adat-istiadat dan agama, serta kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan potensi terhadap adanyakeaneka ragaman hukum. Oleh karena itu, indonesia memiliki sistem hukum yang bersifat majemuk yang didalamnya berlaku berbagai sistem hukum mempunyai corak dan susunan sendiri, yaitu sistem hukum  adat, sistem hukum islam, sistem hukum barat (perdata).
Tiap-tiap hukum adalah sesuatu yang berkenaan dengan manusia, yaitu manusia dalam hubungan dengan manusia lainnya, jadi manusia dalam suatu pergaulan hidup. Adanya pergaulan hidup tergantung kepada adanya manusia yang hidup bersama dan dengan adanya pergaulan hidup itu terdapatlah hukum.
Menjadi dasar pikiran dalam ilmu pengetahuan hukum perdata barat bahwa setiap manusia itu merupakan orang pembawa hak, sebagai pembawa hak padanya dapat diberikan hak (dapat menerima warisan, menerima hibah mutlak dan sebagainya) dan dapat dilimpahkan kewajiban.
Seorang manusia selaku anggota masyarakat selama masih hidup, mempunyai tempat dalam masyarakat dengan disertai berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban terhadap orang-orang anggota lain dari masyarakat itu terhadap barang-barang yang berada dalam masyarakat itu.
Jadi apabila seseorang pada suatu saat karena usianya yang sudah uzur, atau karena mengalami kejadian sesuatu, misalnya terjadi kecelakaan, terserang penyakit dan lain-lain, seorang itu meninggal dunia, maka apakah yang terjadi dengan perhubungan-hubungan hukum tadi, yang mungkin sekali sangat erat sifatnya pada waktu manusia itu masih hidup. Namun demikian walaupun seseorang yang meninggal dunia tadi sudah dimakamkan, perhubungan-perhubungan hukum itu tidaklah lenyap begitu saja melainkan beralih kepada orang lain yang ditinggalkan. Sekarang dapat dikatakan, dibutuhkan suatu peraturan yang mengatur perhubungan hukum, berhubungan dengan meninggalnya seseorang yaitu mengenai kekayaan seseorang itu.
Seorang pemilik kekayaan sering mempunyai keinginan, supaya harta kekayaan dikemudian hari, setelah wafat, akan diperlakukan menurut ketentuan yang telah ditentukan sebelumnya.
                   Lebih-lebih keinginan ini akan terasa, apabila ketentuan tersebut dilaksanakan, sama sekali cocok dengan keinginannya. Dan lagi kemauan terakhir dari siwafat ini adalah pantas dihormati. Juga dengan adanya kemauan terakhir ini, menghindarkan percekcokan antara para ahli waris dalam hal membagi harta warisan, terutama apabila pembagian harta warisan ini dibagi secara praktis dan tidak sesuai dengan rasa keadilan.
Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata (hukum keluarga). Hukum waris sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia sebab setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian.
Akibat hukum yang selanjutnya timbul dengan terjadinya peristiwa hukum kematian seseorang diantaranya ialah masalah bagaimana pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai akibat meninggalnya seseorang, tentu masalah ini diatur dalam hukum waris pada umumnya dan hukum kewarisan Islam pada khususnya. Tiap-tiap orang Islam yang waras dan sehat pikirannya mempunyai hak membuat surat wasiat, namun tidak semua surat wasiat yang dibuat dapat dilaksanakan, ada kalanya surat wasiat itu tidak dapat dilaksanakan karena bertentangan dengan ketentuan yang terdapat dalam hukum Islam dalam hal ini masalah wasiat dan KUHPerdata
wasiat itu haram hukumnya jika menimbulkan kemudharatan kepada ahli waris yakni berwasiat melebihi dari sepertiga. Termasuk wasiat yang haram adalah yang ditujukan kepada perbuatan maksiat misalnya berwasiat untuk mendirikan tempat pelacuran, perjudian, mendirikan pabrik minuman keras dan sebagainya. Demikian juga wasiat itu mubah bagi orang-orang yang cukup hartanya untuk ahli warisnya dan cukup pula untuk diwasiatkan kepada
Dengan bertitik tolak dari apa yang telah dikemukakan diatas, jika dihubungkan dengan wasiat yang merupakan penetapan kemauan terakhir pemberi wasiat kepada pihak lain ketika masih hidup dan mempunyai kekuatan hukum untuk dilaksanakan pada waktu pemberi wasiat meninggal dunia.
Perbuatan menetapkan kemauan terakhir ini di Indonesia biasanya dinamakan Hibah wasiat yang diambil dari bahasa arab dalam hukum agama Islam.
Sebagaimana Firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 180

 







Terjemahannya:
Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang bertaqwa.








Surah Al-Baqarah ayat 181
 




Terjemahannya:
Maka barang siapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya, Allah maha mendengar lagi maha mengetahui.

Dalam bahasa belanda orang menamakan Testament (lihat Pasal 875 BW) apabila testament itu menentukan pemberian barang tertentu, maka dipakai
nama "legaat" sedang nama "erfstelling" dipakai untuk pemberian seluruh harta warisan atau bagian tertentu dari harta warisan itu kepada orang tertentu.
      Hukum waris Testament timbul atas dasar prinsip bahwa setiap orang berhak atau bebas berbuat apa saja terhadap harta bendanya. Demikian juga orang tersebut bebas untuk mewasiatkan hartanya kepada siapa saja yang diingini walaupun demikian masih juga ada batas-batas yang diizinkan oleh undang-undang.
      Pada fakta dilapangan  dilapangan bahwa wasiat dalam Kompilasi Hukum Islam  tidak bisa dijadikan pegangan untuk seseorang yang mendapatkan warisan ( tidak bisa disengketakan ) wasiat hanya bersifat amanah dari si pewasiat . dan wasiat dalam Kompilasi Hukum Islam dibenarkan apabila telah memenuhi rukun – rukun yang telah dijelaskan pada Al-Quran . sebaliknya Surat wasiat atau dikenal Testament pada KUHPerdata tidak mempunyai kekuatan hukum tetapi bisa mendapatkan hukum yang sah apabila memenuhi unsur yaitu : satu notasris dan dua saksi sebagai mana telah dijelaskan pada KUHPerdata   
      Dasar hukum dari waris Testament adalah Pasal 874 BW yang menyatakan bahwa, "Segala harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia adalah kepunyaan sekalian ahli waris menurut ketentuan undang-undang, sekedar terhadap itu dengan surat wasiat tidak telah diambil suatu ketetapan yang sah".
Adapun dalam Kompilasi Hukum Islam terdapat dalam Pasal 194 yang menyatakan bahwa:
1.      Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga.
2.      Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat.
3.      Pemilikan terhadap harta benda seperti dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini baru dapat dilaksanakan setelah pewasiat meninggal dunia.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji hal ini dalam skripsi dengan judul:
KEDUDUKAN SURAT WASIAT BERDASARKAN KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KUHPERDATA  (Study Komparatif)


2. Rumusan Masalah
            Memperhatiakan apa yang diuraikan dalam latar belakang masalah diatas, maka masalah yang dikaji dapat dirumuskan sebagai berikut:
A.    Sejauhmana pentingnya surat wasiat berdasarkan Kompilasi Hukum Islam dan KUHPERDATA ?
B.     Sejauhmana kedudukan surat wasiat berdasarkan Kompilasi Hukum Islam dan KUHPERDATA ?
3. Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan yang  hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk Mengetahui mengenai surat wasiat
2.      Untuk mengetahui sejauh mana kedudukan surat wasiat berdasarkan Kompilasi Hukum Islam dan KUHPERDATA.
Sedangkan hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai berikut:
1.      Untuk memperluas wawasan penulis sehubungan dengan persoalan Kedudukan surat wasiat berdasarkan Kompilasi Hukum Islam dan KUHPERDATA serta berguna untuk menjadi bahan bacaan bagi mahasiswa dilingkungan Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia Khususnya mereka yang bermaksud mendalami  ilmu pengetahuan hukum berkenaan dengan penelitian surat wasiat.
2.      Untuk menjadi bahan masukan baik kepada pihak pemerintah. Didalam penyusunan peraturan perundang-undangan maupun masyarakat yang bermaksud ingin mengetahui tentang surat wasiat.
4. Kegunaan Penulisan
            Mengetahui kegunaan penulisan dalam hal ini, dapat diungkapkan sebagai berikut:
1.      Berguna untuk memperluas wawasan penulis sehubungan dengan persoalan Kedudukan surat wasiat berdasarkan Kompilasi Hukum Islam dan KUHPERDATA juga berguna untuk menjadi bahan bacaan bagi mahasiswa dilingkungan  Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia khususnya mereka yang bermaksud memperdalam ilmu pengetahuan hukum berkenaan dengan Surat wasiat
2.      Berguna untuk menjadi bahan masukan baik kepada pihak pemerintah didalam penyusunan peraturan perundang-undanagan maupun pihak masyarakat yang bermaksud ingin mengetahui tentang surat wasiat
5. Metode Penelitian
            Dalam pembahasan karena merupakan kajian normatik atau kepustakaan maka penulis mengumpulkan sejumlah bahan yang khusus mengenai surat wasiat.
5.1. Pendekatan Masalah
               Pendekatan masalah yang diterapkan dalam penelitian ini adalah Pendekatan normatik yuridis: yaitu bahan-bahan hukum primer, sekunder, dan tertier berupa norma dasar atau kaidah dasar serta peraturan-peraturan hukum yang berlaku, hasil penelitian, hasil karya ilmiah hukum, insiklopedia, dan sebagainya.
5.2. Sumber Bahan Hukum
               Sumber bahan hukum yang diterapkan dalam penelitian skripsi ini yaitu bahan hukum primer, sekunder yang ditambah dengan banyak membaca literature dan membanding-bandingkan pendapat para sarjana khususnya mengenai surat wasiat.
1.      Bahan hukum primer yaitu: bahan hukum yang diperoleh dari Norma-norma hukum atau kaidah dasar serta peraturan-peratura hukum dalam bentuk undang-undang, dan hasil penelitian.
2.      Bahan hukum Sekunder yaitu: bahan hukum yang diperoleh dengan banyak membaca buku yang ditambah dengan banyak membandingkan pendapat para sarjana hukum khususnya mengenai surat wasiat.

5.3. Teknik Pengumpulan Data

               Pengumpulan bahan yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian pustaka yaitu mengumpulkan bahan lalu mengkaji dengan cara menganalisis bahan –bahan hukum yang berhubungan dengan masalah ini.
Pengumpulan bahan yang dilakukan:
1.      Mengutip langsung yaitu mengutip suatu bacaan atau bahan hukum dengan  tidak mengubah redaksi kalimat.
2.      Mengutip tidak langsung yaitu mengutip suatu bacaan atau bahan-bahan hukum dengan mengubah redaksi sebagai suatu ikhtisar.
5.4. Analisis Data
            Bahan yang diperoleh dari berbagai sumber, penulis mengelola dan menganalisisnya sebagai berikut:
1.      Metode Induktif yaitu cara menganalisis bahan dengan menyajikan bahan dari yang bersifat khusus dari lalu digunakan secara umum
2.      Metode Dedukatif yaitu metode pengumpulan bahan dari sumber yang bersifat umum kemudian disimpulkan secara khusus.