BILA PARTNER HENDAK MENCARI SUATU KATA OR PASAL DI DALAM SEBUAH ARTIKEL DI DALAM BLOG INI, PARTNER DAPAT MENCARINYA DENGAN MENEKAN TOMBOL "CTRL + F" SECARA BERSAMAAN DAN DI BAWAH AKAN MUNCUL SEBUAH BANTUAN YANG DAPAT DIPAKAI UNTUK MENCARI KATA DAN PASAL TERSEBUT.

Perlindungan Hak-Hak Anak Dalam Sistem Pemasyarakatan.


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
            Salah satu persepsi yang paling utama dalam melihat hukum sebagai kenyataan dalam masyarakat adalah bahwa hukum itu tidak otonom alias tidak mandiri, yang berarti hukum itu tidak terlepas dari pengaruh timbal-balik dengan keseluruhan aspek yang ada di dalam masyarakatnya, tercakup di dalamnya aspek ketertiban, ekonomi, politik, social, budaya, agama, dan sebagainya.
            Hak adalah kekuasaan atau wewenang yang dimiliki seseorang untuk mendapatkan atau berbuat sesuatu (Aim Abdulkarim, 73 : 2007). Hak mempunyai unsure-unsur sebagai berikut, pemilik hak, ruang lingkup penerapan hak dan pihak yang bersedia dalam penerapan hak. Ketiga unsur tersebut menyatu dalam pengertian dasar tentang hak. Dengan demikian, hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada dalam ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksi antara individu.
            Pembahasan hukum sebagai kenyataan dalam masyarakat jelas bersifat realistis dan empiris, ketimbang pembahasan hukum sebagai kaidah yang lebih bersifat normatif  belaka.
            Oleh karena itu, hukum sebagai kenyataan dalam masyarakatnya tidak dapat dipisahkan terhadap kajian atau rancangan yang sifatnya antardisiplin, seperti yang dikemukakan oleh Satjipto Raharjo, bahwa :
“Sekarang hukum tidak lagi dilihat sebagai suatu hal yang otonom dan independent melainkan dipahami sebagai fungsional dan dilihat senantiasa berada dalam kaiatan interpenden dengan bidang lain dalam masyarakat”.

Konsep tentang pelaksanaan pidana penjara di Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat signifikan. Bagi negara Indonesia yang berdasar Pancasila, pemikiran-pemikiran baru mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi sekedar penjeraan tetapi juga merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi social atau pulihnya kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan antar warga binaan pemasyarakatan dengan Tuhannya, warga binaan permasyarakatan dengan masyarakat. Konsep ini melahirkan suatu sistem pembinaan yang sejak kurang lebih dari tiga puluh tahun yang lalu ddikenal dan dinamakan system pemasyarakatan.
Achmad Ali, di dalam bukunya yang berjudul Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofi dan Sosiologis,menurut beliau bahwa :
“Salah satu tugas hukum adalah untuk melindungi kepentingan warga masyarakat. Hukum bertugas untuk mengatasi konflik yang mungkin timbul di antara warga masyarakat”.

Hal ini selaras dengan apa yang dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo (1982:24), bahwa :
“Betapa hukum itu ada dalam masyarakat untuk keperluan melayani masyarakatnya. Karena ia melayani masyarakat, maka ia sedikit banyak yang didikte dan dibatasi oleh kemungkinan-kemungkinan yang biasa disediakan oleh masyarakatnya. Dalam keadaan yang demikian ini maka apa yang biasa dilakukan hukum turut ditentukan oleh sumber-sumber daya yang ada dan tersedia dalam masyarakatnya”.

Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan secara berangsur-angsur dipandang sebagai suatu sistem dan sarana yang tidak sejalan dengan konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial agar narapidana menyadari kesalahannya, tidak berkehendak untuk melakukan tindak pidana dan kembali menjadi warga masyarakat yang bertanggungjawab bagi dirinya sendiri, keluarga dan lingkungannya. Sejak itu pula istilah “kepenjaraan” telah ditinggalkan karena dianggap sudah tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Pelaksanaan pembinaan warga binaan pemasyarakatan dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS), bagi mereka yang dihukum penjara maupun kurungan menjalani hukuman di Lapas bukan untuk makan dan tidur saja seperti di hotel, akan tetapi perlu mendapatkan pembinaan agar nantinya dapat kembali ke masyarakat dengan baik.
Sistem pemasyarakatan sebagai suatu sistem perlakuan terhadap warga binaan pemasyarakatan selanjutnya baru memperoleh pengakuan secara yuridis formal setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yang diundangkan pada tanggal 30 Desember 1995, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3614.
Dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, ditegaskan bahwa :
“Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga Negara yang baik dan bertanggungjawab”.

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.
Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh dan komprehensif, maka diberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas nondiskriminasi, kepentingan yang baik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup, perkembangan serta penghargaan terhadap pendapat anak. Sehingga dalam Lapas, anak didik pemasyasrakatan mempunyai beberapa hak yang diberikan untuk mengaktualisaskan diri pada lingkungannnya.
Anak adalah bagian dari generasi muda, sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cta-cita perjuangan bangsa. Dalam kedudukan demikian, anak memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus.
Oleh karena itu, anak memerlukan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang. Perlindungan anak dilihat dari segi pembinaan generasi muda sedangkan konsepsi perlindungan anak, meliputi ruang lingkup yang luas dalam arti bahwa perlindungan anak tidak hanya mengenai perlindungan atas jiwa dan raga si anak, tetap mencakup pula perlindungan atas hak serta kepentingannya yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan yang wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosialnya.
Berdasarkan uraian di atas sehingga penulis ingin mengangkat dan mengupas mengenai Perlindungan Hak-Hak Anak Dalam Sistem Pemasyarakatan.


B.  Rumusan Masalah
      Berdasarkan judul dan latar belakang tersebut di atas, maka yang akan menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.          Sejauh mana perlindungan hak-hak anak telah dilaksanakan di Lembaga Permasyarakatan Klas I Makassar  dan Bagaimana pembinaan petugas terhadap anak didik pemasyarakatan ?
b.         Kendala-kendala apa yang dihadapi petugas dalam perlindungan hak-hak di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar ?
C.  Tujuan dan Kegunaan Penelitian
  1. Tujuan Penelitian
a.       Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan perlindungan hak-hak anak di  Lembaga  Pemasyarakatan Klas I Makassar serta pembinaan petugas pemasyarakatan terhadap anak didik pemasyarakatan.
b.       Untuk mengetahui dan menganalisis kendala-kendala yang dihadapi petugas dalam perlindungan hak-hak anak di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar.
  1. Kegunaan Penelitian
a.       Untuk memberikan gambaran tentang pengkajian peraturan perUndang-Undangan dalam mengembangkan teori-teori hukum yang bearkaitan dengan perlindungan hak-hak anak dalam Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar serta memberikan informasi tentang perlindungan dan pembinaan hak-hak anak dalam Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar.
b.      Sebagai bahan masukan dan referensi pelengkap kepada mahasiswa(i) fakultas hukum dalam penelitian nantinya sekaligus menjadi koleksi tambahan pada perpustakaan almamater.

D.  Metode Penelitian
     1.   Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di kota Makassar, yakni Lembaga Pemasyarakatan Klas I Makassar dan Balai Pemasyarakatan, dengan alasan bahwa jumlah penghuninya yang cukup padat sehingga dianggap bisa untuk mewakili keseluruhan lembaga pemasyarakatan yang ada di sulawesi selatan, sehingga diharapkan informasi yang akurat mengenai pelaksanaan pembinaan dan perlindungan hak-hak anak didik pemasyarakatan.





     2.    Jenis dan Sumber Data
 Jenis data dalam penelitian ini, antara lain terdiri dari :
a.       Data primer, adalah data lapangan yang dperoleh secara langsung yang bersumber dari informan yang ditetapkan sebagai responden melalui pendekatan sosiologis.
b.      Data sekunder, adalah data yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, referensi-referensi atau literature-literatur lainya sebagai bahan rujukan yang ada hubungannya dengan objek penelitian, dan sebagainya.

  1.  Teknik Pengumpulan Data
 Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.          Data Primer, yakni teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :
-          Wawancara langsung ( terbuka) dengan responden
-          Wawancara tidak langsung (kuesioner) kepada para responden yang terpilih yang selanjutnya dikembalikan kepada peneliti untuk di olah dan di analisis.
b.      Data Sekunder
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan, dilakukan dengan penelitian kepustakaan, yaitu kajian secara substansial, norma-norma hukum yang berkenaan dengan perlindungan hak-hak anak didalam lembaga pemasyarakatan,, menelaah secara kritis teori-teori yang ditemukan dalam referensi hukum dan jurnal ilmiah hukum yang ada relefansinya dengan objek yang diteliti.
    4.    Analisis Data
Pemilihan masalah didasarkan pada pertimbangan objektif (dilihat dari arah permasalahannya). Selain itu tentu saja dibatasi dengan  sudut subjektif (yang dihubungkan dengan keterbatasan sumber informasi). Untuk mengolah data yang terpadu dan sistematis, maka data yang diperoleh secara kualitatif dan hasilnya disajikan secara deskriptif.