Menurut Pasal 10 KUHP jenis pidana atau hukuman ada 2 macam
I. Pidana utama yang terdiri atas
1. Pidana mati
2. Pidana penjara
3. Pidana kurungan
4. Pidana denda
II. Pidana tambahan yang terdiri atas
1. Pencabutan hak – hak tertentu
2. Perampasan barang – barang tertentu
3. Pengumuman keputusan hakim
Pidana utama dapat dijatuhkan bersama dengan pidana tambahan, dapat juga dijatuhkan tersendiri, tetapi pidana tambahan tidak boleh dijatuhkan tersendiri tanpa perjatuhan pidana tambahan dengan kata lain pidana tambahan adalah accecoir dari hukuman utama.
Pidana Mati
Pidana mati di Indonesia dapat dijatuhkan pada kejahatan :
1. Makar membunuh kepala negara ( 104 )
2. Mengajak negara asing guna menyerang Indonesia ( 11 ayat 2 )
3. Memberi pertolongan pada musuh pada waktu Indonesia dalam perang ( 124 ayat 3 )
4. Membunuh kepala negara sahabat ( 104 )
5. Pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu ( 340 )
6. Pembajakan yang mengakibatkan ada orang mati ( 444 ) dan lain – lain.
Pelaksanaan pidana mati baca lebih lanjut Pasal 11 KUHP
Pidana Penjara ( Pasal 12 KUHP)
Pidana diancamkan terhadap kejahatan yang disengaja, culpa dan pelanggaran fiscal. Lamanya hukuman penjara sekurang – kurangnya satu hari dan selama – lamanya 15 tahun berturut – turut. Hukuman penjara boleh dijatuhkan selama – lamanya 20 tahun berturut – turut dalam hal menurut hakim boleh dihukum mati atau penjara seumur hidup.
Pidana Kurungan ( Pasal 18 KUHP )
Pidana kurungan diancamkan kepada pelanggaran dan kejahatan – kejahatan berculpa. Lamanya pidana kurungan minimum satu hari maksimum satu tahun bisa ditambah 1 tahun 4 bulan apabila ada gabungan, recidive, dalam hal Pasal 52 KUHP.
Perbedaan Antara Pidana Penjara Dengan Pidana Kurungan .
1. Pekerjaan pada orang yang dijatuhi pidana kurungan lebih ringan daripada orang yang dijatuhi pidana penjara.
2. Pidana kurungan harus dilaksanakan dalam wilayah tempat tinggal si terpidana sedangkan pidana penjara dapat dilaksanakan diseluruh wilayah Indonesia.
3. Pidana kurungan tidak boleh dijatuhkan pada kejahatan yang disengaja atau berculpa.
4. Pidana kurungan tidak boleh diberi pelepasan bersyarat.
5. Orang yang dipidana kurungan dapat memperbaiki nasibnya sendiri atas ongkos sendiri / biaya ( fistole )
Pidana Denda ( Pasal 30, 31 )
Pidana denda diancamkan terhadap kejahatan maupun pelanggaran semata – mata ataupun alternatif oleh hukuman penjara atau kurungan.
Pada waktu dijatuhkan pidana denda, maka dalam surat keputusannya hakim menentukan pula berapa hari hukuman kurungan yang harus dijalani sebagai pengganti apabila denda tidak dibayar. Hukuman kurungan semacam ini dinamakan hukuman kurungan pengganti denda. Terhukum bebas untuk memilih antara membayar denda atau menjalankan hukuman kurungan penggantinya.
Pencabutan Hak – Hak tertentu (Pasal 35 KUHP)
Hak – hak dapat dicabut adalah :
1. Hak untuk mendapat segala jabatan atau jabatan yang tertentu
o Segala jabatan hanya berarti orang itu tidak boleh sama sekali menjabat jabatan apapun.
o Jabatan tertentu hanya mengenai jabatan yang disebutkan dalam surat keputusan hakim,
2. Hak untuk masuk pada kekuasaan angkatan bersenjata.
3. Hak pilih aktif atau pilih pasif anggota DPR pusat dan daerah serta pemilihan lainnya yang diatur dalam UU
4. Hak menjadi penasehat, penguasa, dan menjadi wali curator pada orang lain.
5. Hak untuk mengerjakan pekerjaan tertentu ( semua pekerjaan yang bukan pekerjaan negara )
Perampasan Barang – Barang Tertentu
Barang – barang yang dapat dirampas ada dua macam
1. Barang yang diperoleh dari kejahatan
2. Barang yang digunakan atau yang dipakai melakukan kejahatan
Pengumuman Keputusan Oleh Hakim
Semua putusan hakim telah diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, tetapi sebagai hukuman tambahan putusan itu secara istimewah disiarkan sejelas – sejelasnya dengan cara yang di tentukan oleh hakim misalnya melalui surat kabar, radio, ditempelkan di tempat umum sebagai plakat. Semua ini atas biaya terhukum.
Hukuman Bersyarat dan Pelepasan bersyarat (Pasal 14a)
Hukuman Bersyarat
Hukuman bersyarat biasa juga disebut hukuman dengan perjanjian. Pada pokoknya orang dijatuhi hukuman, tetapi tidak usah dijalankan, kecuali jika kemudian ternyata bahwa terhukum belum habis masa percobaan berbuat peristiwa pidana atau melanggar perjanjian yang diadakan oleh hakim kepadanya. Jadi keputusan penjatuhan hukuman tetap ada, hanya pelaksanaan hukuman tidak dilakukan. (tidak lebih dari 1 tahun)
Maksud penjatuhan semacam ini ialah untuk memberi kesempatan kepada terpidana supaya dalam tempo percobaan itu memperbaiki diri dengan tidak berbuat peristiwa pidana atau tidak melanggar perjanjian yang diberikan kepadanya dengan harapan jika berhasil, hukuman yang telah dijatuhkan kepadanya itu tidak akan dijalankan buat selama – lamanya.
Hukuman dengan bersyarat ini hanya dapat dijatuhkan dalam hal dijjatuhkan hukuman penjara tidak 1 (satu) tahun dan hukuman kurungan yang bukan kurungan pengganti denda. Jadi hukuman penjara lebih dari 1 (satu) tahun dan hukuman kurungan pengganti denda tidak mungkin dijatuhkan hukuman bersyarat semacam ini. Tempo, dimana terhukum menahan diri supaya tidak melanggar perjanjian yang diberikan oleh hakim disebut tempo percobaan.
Lamanya masa percobaan bagi kejahatan – kejahatan dan pelanggaran yang ditentukan dalam Pasal 492 ( mabok dengan menggangu ketertiban umum ) Pasal 504 (minta – minta di tempat umum) Pasal 506 (berbuat sebagai mucikari) maksimum 3 tahun sedangkan bagi pelanggaran lainnya 2 (dua) tahun.
Perjanjian yang dapat diberikan oleh hakim ada 2 macam : (Pasal 14c ayat 3)
1. Syarat – syarat umum yaitu tidak boleh berbuat peristiwa pidana lagi.
2. Syarat istimewah yaitu apa saja yang mengenai kelakuan sepak terjang terpidana, sepanjang tidak mengurangi kemerdekaan beragama dan kemerdekaan politik.
Perintah untuk menjalani hukuman tidak dapat diberikan lagi, jika tempo percobaan sudah habis, kecuali jikalau si terhukum sebelum habis tempo percobaan, dituntut karena melakukan perbuatan yang dapat dihukm selama tempo percobaan dan tuntutan itu berakhir dengan keputusan hukum yang tak dapat diubah lagi. Pada masa itu dalam hal yang demikian maka dalam tempo 2 (dua) bulan sejak keputusan tadi dapat diubah lagi, bolehlah hakim memberi perintah menjalankan keputusan yang dipertangguhkan tadi.
Yang dapat memberi perintah dijalankannya hukuman bersyarat itu adalah hakim yang telah memutuskan dalam tingkat pertama atas usul dari jaksa. Meskipun mungkin pula yang menjatuhkan hukuman bersyarat itu hakim banding, namun kekuasaan untuk memberi perintah menjalankannya hukuman bersyarat itu tetap berada ditangan hakim tingkat pertama.
Perintah itu dapat diberikan dalam hal :
1. Bila terhukum dalam tempo percobaan
2. melakukan peristiwa pidana.
3. Bila syarat – syarat istimewah dilanggarnya.
4. Bila terhukum sebelum habis tempo percobaan, telah dijatuhi hukuman karena peristiwa pidana yang telah dilakukannya pada waktu sebelum tempo percobaan itu mulai berlaku.
5. Setelah habis tempo percobaanpun masih dapat pula hukuman dengan bersyarat diperintahkan untuk dijalankan, ialah karena terhukum telah berbuat peristiwa pidana selama tempo percobaan itu, asal saja penuntutannya telah sebelum habis tempo percobaan.
Pelepasan Bersyarat
Pelepasan dengan perjanjian atau pelepasan dengan bersyarat hanya dapat diberikan kepada mereka yang dihukum penjara sementara, bukan kurungan. Syaratnya ialah jika 2/3 lamanya hukuman yang sebenarnya dan 2/3 hukuman itu harus sedikit – dikitnya 9 (sembilan) bulan telah dijalani. Tempo yang dijalani waktu di tahan sementara dalam pemeriksaan pendahuluan tidak termasuk dalam perhitungan. Jadi sudah barang tentu yang dapat mempergunakan kesempatan ini hanya terhukum penjara yang lebih dari 9 bulan.
Setelah dibebaskan selama tempo percobaan ia harus memenuhi syarat – syarat yang diberikan, apabila dilanggar ketinggalan hukumannya harus dijalani. Tempo percobaan itu lamanya lebih dari 1 (satu) tahun dari pada sisa hukuman yang sebenarnya dari si terhukum itu. Apabila orang itu misalnya setelah satu tahun dibebaskan, kemudian melanggar perjanjian ia harus menjalani lagi sisa hukumnya, jadi tempo ia dalam ia dalam kebebasannya selama satu tahun itu tidak sebagai tempo hukuman. Syarat – syarat dari pelepasan bersyarat sama dengan syarat penjatuhan pidana bersyarat hanya dalam syarat umum ditambah kata – kata tak akan berkelakuan yang tidak baik dengan jalan bagaimanapun, contoh hidup malas dan tidak teratur, bergaul dengan orang – orang yang tersohor tidak baik. Apabila dalam tempo percobaan melanggar perjanjian, ia sewaktu – waktu dapat dipanggil kembali untuk menjalani ketinggalan hukumannya.
Pada waktu melepaskan dengan perjanjian itu, kepada orang yang dilepaskan diberikan surat izin melulu sebagai tindakan pengawasan, dan surat izin mana pada waktu berpindah tempat harus diperlihatkan kepada Pemda dari tempat tinggalnya yang lama dan apabila perlu dengan catatannya diperlihatkan kepada Pemda tempat tinggalnya yang baru.
Tujuan Pemidanaan
Tujuan pmidanaan pada zaman dahulu (Yunani) adalah bukanlah pembalasan, akan tetapi menakut – nakuti, memperbaiki, serta tercapainya keamanan. Penganutnya adalah Plato, Aristoteles, Phitagoras.
Pada abad pertengahan (Thomas Aquino) tujuan pemidanaan bukan hanya pembalasan semata – mata, tetapi disesuaikan dengan tujuan negara yaitu kesejahteraan, memperbaiki dan menakut – nakuti.
Pada permulaan abad ke – 19 para sarjana terbagi atas 3 (tiga) golongan :
1. Penganut teori absolut atau teori pembalasan.
2. Penganut teori relatif atau teori tujuan.
3. Penganut teori campuran.
Teori Absolut penganutnya adalah Emmanuel Khant, Pompe, Polak, Herbart.
Herbart : Berpendapat bahwa kejahatan itu harus dibalas dan orang itu harus merasakan penderitaan sesuai dengan kejahatan yang telah dilakukannya.
Polak : Kesalahan yang menentukan berat ringannya pidana. Pidana itu menjadi suatu pembalasan kesalahan dari pembuat peristiwa pidana. Jadi pembuat dalam hal ini harus merasakan penderitaan.
Beliau lebih lanjut mengatakan bahwa ada tiga syarat yang harus dipenuhi pidana itu :
1. Perbuatan itu harus, tercela dan bertentangan dengan etika.
2. Pidana itu tidak dapat ditujukan pada apa yang akan atau dapat terjadi tetapi hanya memperhatikan apa yang telah terjadi.
3. Pidana itu harus seimbang dengan delik yang dilakukan.
Teori Relatif ( Van Hamel )
Menurut teori ini pemidanaan adalah mengamankan masyarakat dengan jalan menjaga dan mempertahankan tata tertib masyarakat. Dalam menjaga dan mempertahankan tata tertib masyarakat, maka pidana itu bertujuan untuk mengindahkan pelanggaran norma – norma hukum. Untuk mengindarkan pelanggaran norma – norma itu, maka dapat bersifat menakut – nakuti , memperbaiki, dan dapat juga bersifat membinasakan.
Jadi menurut teori relatif, pidana itu bersifat mengindarkan ( prevensi ). Sifat prevensi ini ada 2 ( dua ) macam :
1. Prevensi Khusus
Tujuan pidana ditinjau dari segi individu maksudnya supaya si tersalah jangan melanggar lagi. Sifat prevensi khusus adalah :
a. Untuk menahan kesempatan penjahat melakukan niatnya yang buruk, maka pidana itu harus bersifat menakut – nakuti.
b. Pidana itu harus bersifat memperbaiki.
c. Penjahat yang tidak bisa diperbaiki lagi, maka pidana itu bersifat membinasakan.
2. Prevensi Umum
Untuk mencegah supaya orang pada umumnya jangan melanggar, karena pidana itu dimaksudkan untuk menghalang – halangi supaya orang jangan berbuat salah.
Teori prevensi umum mengajarkan bahwa mempertahankan ketertiban umum, terhadap kaum penjahatan harus dipidana berat supaya orang lain takut melanggar peraturan pidana.
Teori Campuran ( Bonger, Simons )
Teori ini adalah kombinasi antara teori pembalasan dan teori tujuan, yaitu membalas kejahatan, melindungi masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar