BILA PARTNER HENDAK MENCARI SUATU KATA OR PASAL DI DALAM SEBUAH ARTIKEL DI DALAM BLOG INI, PARTNER DAPAT MENCARINYA DENGAN MENEKAN TOMBOL "CTRL + F" SECARA BERSAMAAN DAN DI BAWAH AKAN MUNCUL SEBUAH BANTUAN YANG DAPAT DIPAKAI UNTUK MENCARI KATA DAN PASAL TERSEBUT.

HAK-HAK WARGA BINAAN DALAM MENJALANI PIDANA KURUNGAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Masalah
Pembangunan hukum sebagai upaya untuk menegakan keadilan, kebenaran dan ketertiban dalam Negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, diarahkan untuk meningkatkan kesadaran hokum, menjamin penegakan, pelayanan dan kepastian hukum nasional yang mengabdi pada kepentingan nasional.
Dalam era pembangunan dewasa ini, kejahatan merupakan masalah yang sangat meresahkan masyarakat. Kejahatan selalu akan ditemukan di dalam masyarakat manapun juga, meski masyarakat itu sendiri tidak pernah mendambakan kehadirannya. Oleh karena itu peran pemerintah sangat penting dalam hal mengupayakan berbagai hal untuk mengupayakannya, antara lain berupa penjatuhan pidana atau pemidanaan bagi mereka yang telah terbukti melakukan tindak pidana.
Pelaksanaan pidana atau pemidanaan dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan melalui suatu pembinaan dan bimbingan yang diberikan kepada mereka yang telah melanggar hukum. Kebijakan pembinaan dengan system Pemasyarakatan ini mencerminkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara yang menjujung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM).
Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) sebagai institusi teknik di jajaran Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia dan menjadi wadah memasyarakatan kembali setiap orang (individu) yang telah melakukan pelanggaran hukum, cukup relevan dikedepankan oleh karena mengingat Lembaga Pemasyarakatan adalah institusi yang berhubungan langsung dengan pembinaan dan warga binaan dan juga tahanan.
Setiap hari kita menemukan berbagai pemberitaan mengenai tindakan kejahatan baik yang dilakukan secara berkelompok maupun individu secara terang-terangan melakukan suatu tindakan kejahatan yang dapat merenggut korban baik individu maupun kelompok melahirkan adanya perseteruan tindakan kejahatan. Kenyataan ini menjadi suatu isu yang diemban oleh pemerintah untuk dapat menanggulangi kejahatan-kejahatan tersebut dengan meningkatkan kewaspadaan para petugas keamanan serta masyarakat dalam menggagalkan segala macam kejahatan dan berbagai modus operandinya dengan cara menangkap para pelaku kejahatan agar dihukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Namun hal demikian tersebut tidak memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan. Kenyataannya setelah mereka bebas masih saja kerap melakukan lagi pelanggaran dan tindak pidana.
Untuk mewujudkan proses proses pembinaan dan bimbingan yang maksimal, Lembaga Pemasyarakatan sebagai salah satu wadah pembinaan dituntut untuk lebih ditingkatkan peranannya dalam membina tahanan dan warga binaan. Hal tersebut didukung dengan berlakunya Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Sistem Pemasyarakatan.         
Dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 15 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan disebutkan bahwa “Sistem Pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk warga binaan (narapidana, anak didik pemasyarakatan dan klien pemasyarakatan) agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.
Hal ini berarti bahwa pembinaan terhadap narapidana juga harus bermanfaat, baik selama yang bersangkutan menjalani pidana maupun setelah selesai menjalani pidana, sehingga mereka memiliki kesempatan yang sama dengan anggota masyarakat pada umumnya untuk dapat memberikan kontribusinya sebagai anggota masyarakat yang aktif dan produktif dalam pembangunan bangsa
Warga binaan sebagai anggota masyarakat yang karena tindak pidana yang dilakukannya berada di dalam lembaga pemasyarakatan sebagai anggota masyarakat yang oleh karena tindak pidana yang dilakukannya berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan juga tidak terlepas dari hakikatnya sebagai manusia yang harus berkerja untuk memenuhi tuntutan hidup, kehidupan dan penghidupan, sehingga pekerjaan memiliki nilai yang sangat strategis dan penting dalam pembinaan warga binaan.
Dengan dilaksanakannya pidana kurungan berdasarkan sistem pemasyarakatan, maka posisi sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia, disamping mengembalikan narapidana kedalam masyarakat (reintegrasi sehat) mengandung pula pengertian yang lebih luas yaitu juga berfungsi pencegahan terhadap kejahatan. Dengan singkat tujuan pidana kurungan ialah pemasyarakatan .Sahardjo (1963 ; 21). Sistem Pemasyarakatan mengharuskan dirubahnya penjara menjadi lembaga pemasyarakatan (Lapas). Dirubahnya sangkar menjadi sanggar, karena hanya didalam sanggar pengayoman, pembinaan terpidana berdasarkan sistem pemasyarakatan dan proses – proses pemasyarakatan dapat terwujud.
Berkaitan dengan upaya pembinaan dan penegakan hukum serta keadilan maka peranan lembaga pemasyarakatan semakin penting artinya untuk mendidik dan membina warga binaan yang menjalani hukuman. Oleh karena itu kewenangan ini harus dijalankan dengan penuh rasa tanggung jawab terutama penyempurnaan sarana maupun bimbingan para petugasnya, sehingga setelah habis pidanannya, maka para warga binaan dapat kembali hidup ditengah-tengah masyarakat secara normal dan wajar kembali seperti biasanya.
Namun yang menjadi tantangan dewasa ini adalah sejauh mana peranan lembaga pemasyarakatan berfungsi secara efektif dalam melakukan pembinaan terhadap warga binaan. Persoalan ini tergantung dari daya dukung yang tersedia sehingga jaminan bagi narapidana untuk menjalani pembinaan secara tertib, sehingga harapan untuk meningkatkan perubahan mental dan keterampilan secara bertahap dapat terwujud.
Setiap perbuatan jahat yang dilakukan seseorang harus mendapat ancaman pidana sebagai sesuatu pembalasan dan kepadanya wajib menjalani pidana kurungan. Oleh karena itu bagi orang-orang yang diancam dengan pidana kurungan tidak dapat dinilai sebagai suatu tindakan balas dendam tetapi hakikat dari ancaman pidana ini adalah salah satu upaya pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah melalui lembaga Pemasyarakatan sebagia tempat yang tepat untuk menyadarkan pelaku-pelaku kejahatan ke arah yang positif sehingga anggapan yang keliru dari masyarakat tentang pemidanaan yang kurang adil, disamping perlakuan yang tidak manusiawi terhadap warga binaan dapat dihilangkan.
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kabupaten Sinjai sebagai salah satu lembaga pembinaan telah melaksanakan tugas pokoknya yakni meningkatkan bimbingan mental, sosial serta tingkat kesadaran hukum serta peningkatan keterampilan kerja sebagai modal atau bekal untuk memperbaiki tingkat kehidupannya kelak kembali ke dalam lingkungan masyarakat serta dapat menjamin setiap hak-hak warga binaan.
Atas dasar permasalahan tersebut sehingga penulis tertarik untuk mengetengahkan judul “HAK-HAK WARGA BINAAN DALAM MENJALANI PIDANA KURUNGAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KABUPATEN SINJAI”.

1.2       Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka rumusan masalah sebagai berikut :
a.    Bagaimanakan hak-hak yang diperoleh warga binaan yang menjalani pidana kurungan ?
b.    Faktor apakah yang menjadi kendala pembinaan warga binaan yang menjalani pidana kurungan ?

1.3       Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.         Untuk mempelajari dan menganalisis pembinan warga binaan yang menjalani pidana kurungan.
b.        Untuk mempelajari dan menganalisis faktor yang menjadi kendala pemidanaan warga binaan yang menjalani pidana kurungan.  
Manfaat Penelitian
a.         Bagi penulis adalah untuk menambah pengetahuan di bidang hukum pidana, khususnya mengenai pelaksanaan pidana kurungan menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana dalam Praktek di Lembaga Pemasyarakatan
b.        Untuk memberikan pertimbangan dan masukan para pihak yang berkompeten dan berkaitan dengan pelaksanan pidana kurungan tersebut. Agar kedepannya lebih baik lagi.
c.       Bagi masyarakat adalah diharapkan dapat mengerti dan memahami tentang pelaksanaan pidana kurungan serta akibatnya.       
1.4.  Metode Penelitian
a).  Lokasi penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kabupaten Sinjai. Pemilihan lokasi ini ditetapkan dengan alasan bahwa sinjai memiliki sebuah lembaga pemasyarakatan yang mempunyai banyak narapidana yang di pidana dengan pidana Kurungan.

b).  Jenis dan Sumber Data
            Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari :
1.      Data Primer, merupakan data pokok dalam penelitian ini yang langsung diperoleh dari lokasi penelitian.
2.      Data Sekunder, merupakan data penunjang yang diperoleh dari beberapa literatur menyangkut masalah yang dibahas.

c). Teknik Pengumpulan Data
            Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
  1. Data sekunder, dilakukan dengan melakukan studi kepustakaan (library research) terhadap beberapa literatur yang dianggap sesuai dan dapat menjadi dasar teoritis dalam membahas masalah ini dan peraturan Perundang-undangan yang erat hubungannya dengan masalah penelitian ini.
  2. Data primer, untuk data ini dilakukan melalui studi lapangan dengan cara melakukan wawancara. Disamping itu juga dilakukan studi dokumentasi terhadap beberapa dokumentasi yang relevan.

d).  Analisis Data
Dari data data yang telah diperoleh selanjutnya dianalisis dengan analisa deskriptif kualitatif, yakni suatu analisis yang didasari pada penggambaran masalah sesuai fakta-fakta yang diperoleh di lokasi untuk selanjutnya ditarik suatu kesimpulan yang sesuai dengan fakta-fakta yang diperoleh.