BILA PARTNER HENDAK MENCARI SUATU KATA OR PASAL DI DALAM SEBUAH ARTIKEL DI DALAM BLOG INI, PARTNER DAPAT MENCARINYA DENGAN MENEKAN TOMBOL "CTRL + F" SECARA BERSAMAAN DAN DI BAWAH AKAN MUNCUL SEBUAH BANTUAN YANG DAPAT DIPAKAI UNTUK MENCARI KATA DAN PASAL TERSEBUT.

Senin, 26 April 2010

Pengertian Perkawinan Menurut Hukum Islam


            Perkawinan adalah akad antara calon suami-isteri memenuhi hajat jenisnya menurut yang diatur dalam syari’at. Yang dimaksud dengan akad adalah ijab dari pihak wali perempuan atau walinya dan Kabul dari pihak calon suami atau walinya.
            Perkawinan dalam bahasa Arab adalah nikah yang mempunyai arti yang luas, akan tetapi dalam hukum Islam mempunyai arti tertentu. Nikah adalah suatu perjanjian untuk mensahkan hubungan kelamin antara seorang pria dan seorang wanita untuk melanjutkan keturunan.
            Nikah secara Islam dilaksanakan menurut ketentauan-ketentuan yaitu melaksankan ikatan persetujuan (akad) antara seorang pria dan seorang wanita atas dasar kerelaan dan kesukaan kedua belah pihak, yang dilakukan oleh wali pihak wanita menurut ketentuan yang sudah diatur dalam ketentuan agama.
            Dari pengertian nikah tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
1        Nikah adalah persetujuan/perjanjian atau suatu akad antara seorang pria dan wanita.
2        Untuk ada atau terjadinya nikah harus ada kerelaan dan kesukaan dari kedua belah pihak yang Akan melangsungkan pernikahan.
3        Nikah dilaksanakan menurut ketentuan yang sudah diatur oleh Agama yang terdapat dalam hukum fiqh.
Nikah itu bagi yang bersangkutan, yaitu suami isteri pun bagi masyarakat pada   umumnya merupakan suatu hak yang penting, karena menentukan mulai saat kapan terjadinya suatu perkawinan sebagai suatu perbuatan hukum yang mengandung segala akibat hukumnya.
Sehubungan dengan demikian adanya atau nikah mempunyai hikmah yaitu Allah menjadikan mahluknya berpasang-pasangan, menjadikan manusia laki-laki dengan perempuan, menjadikan hewan jantan dengan betina demikian juga tuimbuh-tumbuhan hikmahnya adalah supaya manusia hidup berpasang-pasangan hidup sebagai suami isteri, membangun rumah tangga yang damai dan teratur untuk itu haruslah diadakan ikatan dan pertalian yang kekal dan tidak mudah diputuskan, ialah ikatan akad nikah atau ijab kabul perkawinan. Bila akad nikah telah dilangsungkan maka mereka telah berjanji dan bersetia akan membangun  suatu rumah tangga yang damai dan teratur, akan sehidup dan semati sehingga menjadi suatu keluarga.
Tujuan perkawinan menurut Islam adalah menuruti perintah Allah untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat, dengan mendirikan rumah tangga yang damai dan teratur.
Disamping itu untuk melangsungkan perkawinan harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu:
1        Adanya calon pengantin laki-laki.
2        Adanya akad yaitu ijab dan Kabul.
3        Adanya wali.
4        Adanya saksi-saksi.

Tentang syarat-syarat dan Rukun Perkawinan, ada perbedaan pendapat para ulama:
Perkawinan harus (wajib) dilakukan dengan ijab dan Kabul yang dinamai akad nikah, ijab dari pihak wali atau wakilnya dan Kabul dari pihak laki-laki calon suami atau wakilnya. Menutur Hanafi boleh juga ijab dari pihak suami (wakilnya) dan Kabul dari pihak perempuan (walinya).jika perempuan itu telah balik lagi berakal dan boleh kebalikannya. Akad nikah harus dilakukan dalam suatu majelis dengan tak ada perantaraan antara ijab dan Kabul, serta didengar oleh kedua belah pihak dan dua orang saksi menurut hanafi, boleh lama perantaraan antara ijab Kabul asal dilaksanakan dalam majelis, tetapi tidak dihalanggi oleh suatu hal yang menunjukan, bahwa salah satu pihak telah berpaling dari maksud perkawinan.
Perbedaan antara syarat dan rukun perkawinan sebagian dari hakekat perkawinan, seperti laki-laki, perempuan, wali, akad nikah, semuanya itu adalah sebahagian dari hakekat perkawinan, dan tidak dapat terjadi suatu perkawinan kalau tidak ada misalnya laki-laki atau perempuan, maka yang demikian itu dinamai rukun perkawinan.
Adapun syarat adalah suatu yang mesti ada dalam perkawinan, tetapi tidak termaksud salah satu bagian dari pada hakekat perkawinan itu sendiri misalnya syarat wali itu laki-laki, baliq berakal salah satu dari rukun perkawinan adalah akad nikah (shiqhah). Maka perkawinan itu tidak sah kalau tidak dilakukan dengan ijab dan Kabul.
Menurut Imam Syafi’i ijab itu harus dari pihak perempuan (wali atau wakilnya) dan Kabul dari pihak laki-laki calon suami isteri.
Dengan demikian adanya maka dapatlah ditarik suatu kesimpulan baik yang dimaksud dengan perkawinan menurut hukum Islam yaitu suatu ikatan lahir dan bathin antara suami dan isteri dalam membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal dilakukan sebagaimana diatur dalam ketentuan-ketentuan atau syarat-syarat menurut hukum Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar